Selasa, 27 April 2010

Makalah Olah Raga

BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang

Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan hanya mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan aktivitas jasmani dan olah raga.
Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-spritual-dan sosial), serta pembiasan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang.
Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan / olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur kerjasama, dan lain-lain) dari pembiasaan pola hidup sehat.

Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisikmental , intelektual, emosional dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan dikdakdik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran. Melalui pendidikan jasmani diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan dan memeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap gerak manusia.Namun kenyataan di lapangan dalam masa transisi perubahan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 yang semula pendidikan jasmani dan kesehatan dengan alokasi waktu 2 jam per minggu @ 40 menit, sekarang Pendidikan Jasmani dengan alokasi waktu 3 jam per minggu @ 40 menit, masih banyak kendala dalam menerapkan kurikulum tersebut.

Hal ini disebabkan karena belum adanya sosialisasi secara menyeluruh di jajaran pendidikan sehingga masih banyak perbedaan penafsiran tentang pendidikan jasmani utamanya dalam pembagian waktu jam pelajaran.
Adanya ruang lingkup mata pelajaran pendidikan jasmani dalam kurikulum 2004 sebenarnya sangat membantu pengajar pendidikan jasmani dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan siswa.Sesuai dengan karakteristik siswa SMA/SMK/MA kebanyakan dari mereka cenderung masih suka bermain.

Untuk itu guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang efektif, disamping harus memahami dan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa. Pada masa usia tersebut seluruh aspek perkembangan manusia baik itu kognitif, psikomotorik dan afektif mengalami perubahan. Perubahan yang paling mencolok adalah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis.
Agar standar kompetensi pembelajaran pendidikan jasmani dapat terlaksana sesuai dengan pedoman, maksud dan juga tujuan sebagaimana yang ada dalam kurikulum, makaguru pendidikan jasmani harus mampu membuat pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Untuk itu perlu adanya pendekatan, variasi maupun modifikasi dalam pembelajaran.

Kondisi sebagian besar sekolah di Indonesia tidak memiliki sarana dan prasarana yang cukup layak untuk cabang-cabang olahraga yang berkaitan dengan materi pendidikan jasmani dan kesehatan.

Menghadapi hal itu guru pendidikan jasmani dan kesehatan hendaknya juga harus dapat mengembangkan pembelajaran dengan modifikasi ukuran lapangan, peralatan dan peraturan, disesuaikan dengan keadaan sekolah. Kurangnya sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pendidikan jasmani dan kesehatan ini juga tidak ditunjang oleh tersedianya peralatan yang cukup. Hal ini sering dikeluhkan oleh guru pendidikan jasmani dan kesehatan, juga sering dijadikan alasan untuk menangkis kritik-kritik yang berkaitan dengan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan pendidikan jasmani dan kesehatan. Dalam kondisi sekolah yang hanya memiliki halaman sekolah yang tidak begitu luas untuk melaksanakan pendidikan jasmani dan kesehatan, penggunaan peralatan sederhana seperti bola plastik, simpai, gawang kecil-kecil, gada-senam dan lain-lain akan lebih efektif untuk digunakan.

Sehubungan dengan itu perlu ditingkatkan pendidikan jasmani dan olahraga di lingkungan sekolah, pengembangan olahraga dan megolahragakan masyarakt untu berprestasi secara bertanggung jawab dalam membina dan mengembangkan olah raga. Berhasil tidaknya prestasi belajar seperti yang diharapkan juga ditentukan oleh banyak faktor baik dari internal maupun dari eksternal. Faktor internal antara lain peralatan olah raga yang kurang memadai dalam pelaksanaan pelajaran, sedangkan faktor eksternal meliputi faktor olah keluarga, lingkungan maupun masyarakat.

Sesuai dengan hal diatas, disekolah-sekolah seharusnya disediakan sarana dan prasarana olah raga seluas-luasnya serta selengkap mungkin. Sungguh ideal apabila setiap sekolah dilengkapi dengan prasaran olahraga. tetapi kenayataan sekarang cukup menyedihkan, karena banyak lapangan olahraga yang sudah begitu efektif digunakan untuk aktivitas-aktivitas olahraga dan pendidikan jasmani di sekolah, diubah menjadi tempat untuk membangun gedung-gedung atau bangunan yang lain.

Akibatnya prasarana untuk kegiatan olah raga dan pendidikan jasmani semakin sempit.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran Pendiidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan,
berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari- hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

3. Tujuan Penulisan
Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan pedoman bagi guru dan merupakan bahan kegiatan dalam pembelajaran, maka siswa perlu mempelajari dan melaksanakan untuk mencapai kompetensi yang sudah dirumuskan:

1. Agar banyak dikalangan pendidikan memahami tentang perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olah Raga.
2. Agar siswa memahami tentang maksud dan tujuan pendidikan jasmani sehingga pada proses pembelajaran belum semua antusias untuk beraktivitas jasmani.
3. Agar memahami tentang arti pentingnya tubuh bugar dan sehat, sehingga mereka mengikuti pendidikan jasmani hanya sekedar ikut dan memperoleh nilai.
4. Untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana olahraga dalam pelaksanaan mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.


BAB II
Pembahasan
Atletik adalah gabungan dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lari, lempar, dan lompat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "athlon" yang berarti "kontes". Atletik merupakan cabang olahraga yang diperlombakan pada olimpiade pertama pada 776 SM. Induk organisasi untuk olahraga atletik di Indonesia adalah PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia).
A.
//
Sejarah Atletik
Atletik adalah event asli dari Olimpiade pertama ditahun 776 sebelum Masehi dimana satu-satunya event adalah perlombaan lari atau stade. Ada beberapa “Games” yang digelar selama era klasik Eropa : Panhellenik Games The Pythian Game(dimulai6 Sebelum Masehi) digelar di Argolid setiap dua tahun.The Isthmian Game (dimulai 523 Sebelum Masehi) digelar di Isthmus dari Corinth setiap dua tahThe Roman Games Berasal dari akar Yunani murni, Roman Games memakai perlombaan lari dan melempar. Bukannya berlomba kereta kuda dan bergulat seperti di Yunani, olahraga Etruscan memakai pertempuran galiatoral, yang nuga sama-sama 527 Sebelum Masehi) digelar di Delphi tiap empat tahun. The Nemean Games(dimulai 51 memakai panggung). Masyarakat lain menggemari kontes atletik, seperti bangsa Kelt, Teutonik, dan Goth yang juga digemari orang Roma. Tetapi, olahraga ini sering dihubungkan dengan pelatihan tempur. Di masa abad pertengahan anak seorang bangsawan akan dilatih dalam berlari, bertarung dan bergulat dan tambahan berkuda, memanah dan pelatihan senjata. Kontes antar rival dan sahabat sangat umum di arena resmi maupun tidak resmi.
Di abad 19 organisasi formal dari event modern dimulai. Ini termasuk dengan olahraga reguler dan latihan di rezim sekolahan. Royal Millitary College di Sandhurst mengklaim menggunakan ini pertamakali di tahun 1812 dan 1825 tetapi tanpa bukti nyata. Pertemuan yang paling tua diadakan di Shrewsbury, Shropshire di 1840 oleh Royal Shrewsbury School Hunt. Ada detail dari seri pertemuan tersebut yang ditulis 60 tahun kemudian oleh C.T Robinson dimana dia seorang murid disana pada tahun 1838 sampai 1841. Royal Military Academy dimana Woolwich menyelenggarakan sebuah kompetisi yang diorganisisr pada tahun 1849, tetapi seri reguler pertama dari pertemuan digelar di Exeter College, Oxford dari 1850.
Atletik modern biasanya diorganisir sekitar lari 400m di trek di hampir semua even yang ada. Acara lapangan (melompat dan melempar) biasanya memakai tempat didalam trek. Atletik termasuk didalam Olimpiade modern di tahun 1896 dan membentuk dasar-dasarnya kemudian Wanita pertamakali dibolehkan berpartisipasi di trek dan lapangan dalam event Olimpiade tahun 1928. Sebuah badan pengelola internasional dibentuk, IAAF dibentuk tahun 1912. IAAF menyelenggarakan beberapa kejuaraan dunia outdoor di tahun 1983. Ada beberapa pertandingan regional seperti kejuaraan Eropa, Pan-American Games dan Commonwealth Games. Sebagai tambahan ada sirkuit Liga Emas professional, diakumulasi dalam IAAF World Athletics Final dan kejuaraan dalam ruangan seperti World Indoor Championship. Olahraga tersebut memiliki profil tinggi selama kejuaraan besar, khususnya Olimpiade, tetapi yang lain kurang populer.
AAU (Amateur Athletic Union) adalah badan pengelola di Amerika Serikat sampai runtuh dibawah tekanan profesionalisme pada akhir tahun 1970. Sebuah badan baru bernama The Athletic Congress (TAC) dibentuk, dan akhirnya dinamai USA Track and Field (USATF atau USA T&F). Sebuah tambahan, organisasi dengan struktural yang lebih kecil, Road Runner Club of America (RRCA) juga ada di USA untuk mempromosikan balap jalanan. Di masa modern, atlet sekarang bisa menerima uang dari balapan, mengakhiri sebutan “amatirisme” yang ada sebelumnya.

B. Lompat Tinggi

Lompat Tinggi merupakan satu sukan yang mengunakan ketinggian yang sudah lama bertapak di arena sukan olahraga acara padang. Cara dan teknik lompat tinggi mengalami perubahan daripada gaya lompatan, pusingan dan flop. Lompat tinggi telah dipertandigkan di Sukan Olimpik sebagai acara individu dan termasuk sekali dalam acara Lelaki Decathlon dan Perempuan Heptathlon. Pelompat tinggi sekarang banyak mengunakan teknik Fosbury Flop. Di Malaysia atlet lompat tinggi terbaik ialah Ramjit Singh, Lou Chee Peng, Lee Kum Zee dan
NorAishah Ismail.

FASA LOMPATAN TINGGI
Semua gaya lompatan boleh dibahagikan kepada empat fasa Pergerakan iaitu :
a) Penujuan – larian menghala ke palang
b) Lonjakan – tindakan kaki untuk menaikkan badan
c) Layangan – gaya dan kedudukan badan ketika berada di udara dan di atas palang.
d) Pendaratan – sentuhan badan dan bahagiannya dengan tempat mendarat

GAYA LOMPAT TINGGI

Terdapat beberapa gaya lompat tinggi, iaitu gaya gunting, gaya timur, gaya guling barat, gaya pelana dan gaya Fosbury Flop.
a) Gaya gunting
Pelompat menuju ke palang secara bersudut dan melonjak dengan kaki yang
berada diluar dari palang. Semasa melepasi palang, pelompat berada dalam keadaan duduk berlunjur. b) Gaya Timur Pelompat menuju ke palang secara lurus dari hadapan 90 darjah. Semasa melonjak,kaki bebas dihayun secara tegak ke hadapan badannya dan pelompat melepasi palang secara mengiring. c) Gaya guling barat Penujuan ke palang secara bersudut seperti dalam gaya gunting.Pelompat melonjak dengan kaki yang lebih dekat dengan palang.Kaki lonjakan berada dalam keadaan bengkok semasa pelompat ‘ berguling’ selari dengan palang untuk membuat pelepasan. d) Gaya pelana Gaya ini hamper sama dengan gaya fuling barat.Pelompat menuju ke palang secara bersudut. Ketika melepasi palang, muka pelompat memandang ke bawah dan keadaan badannya seolah-olah meniarap di atas palang. e) Gaya Fosbury Flop Gaya yang paling popular dan berkesan pada masa kini ialah gaya Fosbury Flop.Mengiku gaya ini pelompat menuju ke palang dengan membelakangkan palang. GAYA FOSBURY FLOP

Gaya ini diperkenalkan oleh Dick Fosbury pada Tahun 1968. Beliau telah memperkenalkan satu teknik baru dalam bidang melompat tinggi di mana pelepasan palang di buat dengan bahagian belakang ( bahu ) dahulu dan pendaratan dibuat di belakang badan hamper dengan bahagian tengkuk. Gaya ini sungguh popular pada masa kini dan tidak ada sebab mengapa para pelajar tidak diberi peluang untuk mempelajarinya. Untuk tujuan keselamatan, tilam pendaratan yang mencukupi digunakan semasa pelajaran atau latihan. Berikut ini merupakan fasa-fasa yang terdapat dalam gaya Fosbury Flop. 1) Penujuan
Bisanya pelompat mengambil tujuh hingga sembilan langkah larian di mana tiga langkah terakhir itu adalah bentuk melengkung. Larian melengkung inilah yang menyediakn pelompat melepasi palang dengan bahagian belakangnya dahulu. 2) Lonjakan
Ini adalah tindakan yang meledak. Sebaik sahaja pelompat mengaklhiri larian yang melengkung, kaki luarnya melonjak dengan kuat apabila memijak tanda lonjakn yang hamper selari dengan palang. Kedua-dua belah tangan dibengkokkan dan dihayun ke atas dan kaki bebas diangkat tinggi dengan bahagian lutut juga dibengkokkan. Lutut ini juga digerakkan secara melintang badan untuk membantu pusingan badan diudara supaya bahu menjadi selari dengan palang. Layangan Semasa di udara, pelompat menoleh kebelakang (memenadang palang) sambil melentikan badan.Tangan diletakkan di bahagian sisi badan dan kedua-dua belah kaki dibengkokkan dibahagian lutut. Lentikkan badan ini akan membantu bahagian punggung pelompat badan melepasi palang. Setelah badan pelompat melepasi palang, kedua-dua belah kakinya diluruskan dan diangkat tegak keatas. Tindakan ini dibuat supaya kaki tidak tersangkut pada palang dan ia juga sebagai Persediaan untuk pendaratan.
Pendaratan Serentak dengan mengankat kakinya keatas, pelompat menarik kepala dan dadanya ke arah kaki. Kedua-dua belah tangan diangkat ke atas dan pelompat mendarat di atas bahagia belakang badannya (tulang belikat)

PERATURAN ASAS ACARA LOMPAT TINGGI
Peserta mestilah melonjak dengan sebelah kaki Peserta boleh mula melompat di mana-mana ketinggian permulaan yang disukainya Sesuatu lompatan akan dikira batal jika peserta menyentuh palang dan tidak melompat. Menjatuhkan palang semasa membuat lompatan atau menyentuh
kawasan mendarat apabila tidak berjaya melompat Peserta yang gagal melompat melintasi palang sebanyak tiga kali bertutrut-turut (tanpa di ambil kira di aras mana kegagalan itu berlaku) akan terkeluar daripada pertandinga Seseorang peserta berhak meneruskan lompatan (walaupun semua peserta lain gagal) sehingga dia tidak dapat menuruskannya lagi mengikut peraturan Ketinggian lompatan di ukur secara menegak dari aras tanah hingga bahagian tengah disebelah atas padang.
C. Peraturan perlombaan Lompat tinggi
Sebelum perlombaan dimulai, ketua Judge/ Juri harus mengumumkan kepada segenap peserta lomba tentang tinggi mistar permulaan dan tinggi berikutnya, berapa mistar lompat akan dinaikkan pada akhir tiap babak/ ronde, sampai tinggal hanya ada satu orang atlet peserta lomba yang tersisa yang tersisa yang memenangkan perlombaan, atau terjadi hasil sama untuk kedudukan pertama.
Latihan pemanasan pada Arena Perlombaan
Pada arena perlombaan dan sebelum dimulai event lomba, tiap peserta lomba boleh melakukan latihan praktik lomba ( practice trials )
Sekali perlombaan telah dimulai, peserta lomba tidak diizinkan untuk menggunakan sarana dan prasarana untuk maksud-maksud latihan, meliputi:
1. Jalur ancang-ancang/awalanatau area bertolak atau bertumpu,
2. Perlatan lomba
Tanda-tanda/marka-marka
Dalam semua event lapangan apabila suatu jalur ancang-ancang digunakan, tanda-tanda/marka-marka harus di tetapkan di sepanjang jalur awalan itu, kecualai untuk lompat tinggi dimana marka itu dapat di pasang pada jalur awalan. Seorang peserta lomba boleh menggunakan satu atau dua marka (di sediakan dan di sahkan oleh panitia penyelenggara) guna membantu dia dalam melakukan lari ancang-ancang dan bertolak. Bila marka demikian tidak tersediakan, dia boleh menggunakan pita perekat namun bukan kapur atau zat yang mirip, yang meninggalkan bekas yang sukar di hapus.
Urutan lomba
Para peserta lomba harus berlomba dalam suatu urutan hasil dari suatu undian. Apabila ada babak kualifikasi, ini harus diadakan undian baru lagi untuk babak final.


Giliran lomba (Trials)
Dalam semua lomba nomor lapangan, kecuali lomba lompat tinggi dan lompat tinggi galah, dan pesertanya lebih dari 8 orang atlet, tiap peserta lomba berhak melakukan 3 kali giliran lomba dan 8 peserta lomba dengan prestasi sah terbaik berhak mengikuti 3 kali giliran lomba tambahan. Dalam event dengan hasil sama untuk kedudukan kualifikasi terakhir, ini harus dipecahkan seperti dijelaskan pada butir 20 dibawah ini.
Apabila peserta itu hanya 8 atau lebih sedikit, tiap peserta berhak mendapatkan 6 x giliran lomba.
Dalam kedua kasus urutan berlomba untuk 3 babak terakhir akan diatur dengan urutan kebalikan kepada ranking yang dicatat setelah 3 x giliran lomba yang pertama.
Dalam semua perlombaan atletik internasional, kecuali kejuaraan dunia (out door, junior, indoor dan pemuda) dan olimpiade, jumlah giliran lomba dalam event lapangan horizontal boleh dikurangi. Hal ini harus diputuskan oleh badan nasional atau internasional yang mengatur atau mengontrol perlombaan dimaksud.
Panjang keseluruhan mistar lompat harus 4,00 meter pada lompat tinggi dan 4,50 meter pada lompat galah. Berat max mistar lompat harus 2 kg pada lompat tinggi dan 2,25 kg pada lompat galah. Diameter atau garis tengah pada bagian mistar yang bulat haruslah 30 mm. Mistar lompat harus terdiri dari 3 bagian batang silinder dan 2 buah ujung mistar yang masing-masing 30-35 mm lebar dan 15-20 cm panjang untuk maksud meletakkanya pada tiang lompat.
Bila hasil sama
1. Bila terjadi hasil sama pemecahanya sebagai berikut:
1. Peserta dengan jumlah lompatan yang terkecil pada ketinggian dimana “hasil sama” terjadi, harus diberikan kedududkan yang lebih tinggi.
2. Bila hasil sama itu masih tetap, peserta lomba dengan jumlah kegagalan terkecil selama perlombaan sampai dengan ketinggian yang terakhir yang dilewatinya, harus diberikan kedudukan yang lebih tinggi.
Bila hasil sama itu masih tetap :
Kalau ini menyangkut kedudukan pemenang atau juara 1, peserta yang membuat hasil sama harus melakukan lompatan sekali lagi pada ketinggian terendah dimana mereka yang terlibat pada hasil sama telah kehilangan haknya untuk meneruskan lomba, dan bila tidak ada keputusan yang dapat dicapai, maka mistar lompat akan dinaikkan bila atlit-atlit yang membuat hasil sama adalah berhasil, atau diturunkan apabila tidak berhasil, yaitu 2 cm untuk lompat tinggi dan 5 cm untuk lompat galah. Mereka kemudian mencoba 1 x lompatan pada setiap ketinggian sampai hasil sama terpecahkan. Para peserta lomba yang membuat hasil sama harus melompat pada setiap kesempatan ketika memecahkan masalah hasil sama ini.
2. Apabila ini menyangkut kedudukan yang lain, maka peserta lomba yang hasilnya sama harus diberikan posisis yang sama dalam perlombaan itu. Peserta harus bertolak pada satu kaki
Seorang peserta gagal apabila:
Setelah melompat mistar lompat tidak tetap berada pada penopangnya dikarenakan gerakan si atlit waktu sedang melompat.
2. Dia menyentuh tanah termasuk daerah pendaratan di balik bidang tegak dari sisi dengan lebih dekat tiang lompat,baik itu daintara atau di luar tiang lompat dengan salah satu bagian dari tubuhnta, tanpa pertama kali melewati mistar lompat. Namun, bila dia melompat seorang peserta lomba menyentuh tempat pendaratan dengan kakinya dan menurut pendapat Judge/juri tidak memperoleh keuntungan, maka lompatan dengan alasa itu harus tidak dinilai sebagai suatu kegagalan.
D. Jalur ancang-ancang dan area atau tempat bertolak
Panjang minimum jalur ancang-ancang haruslah 15 meter kecuali dalam perlombaan berdasar pasal 1.1 a), b), dan c) dimana panjang minimumnya adalah 20 meter, bila kondisinya mengijinkan panjang minimum adalah 20 meter. Kemiringan keseluruhan maksimum jalur ancang-ancang dan tempat bertolak atau bertumpu harus tidak melebihi 1:250 dalam arah ke pusat mistar lompat. Daerah tempat bertolak atau bertumpu harus datar.
E. Peralatan
Tiang lompat. Semua bentuk dan model tiang lompat dapat digunakan, asalkan mereka itu kaku dan kekar. Tiang itu mempunyai penopang yang kokoh untuk mistar lompat. Tiang lompat ini haruslah cukup tinggi untuk melebihi tinggi sebenarnya terhadap mana kistar lompat dinaikkan dengan minimum 10 cm. Jarak antara tiang lompat harus tidak kurang dari 4 meter juga tidak melebihi dari 4,04 meter.Tiang lompat atau tiang harus tidak dipindah atau tidak dirubah selama perlombaan berlangsung kecuali jika wasit memfikirkan bahwa apakah tempat bertumpu atau bertolak ataukah tempat pendaratan tidak sesuai lagi. Dalam hal ini perubahan harus dilakukan hanya setelah satu ronde atau babak setelah lengkap selesai dilakukan. Penopang dan mistar. Penopang ini harus datar dan segi empat, 4 cm lebar x 6 cm panjang. Ini harus terpasang kokoh pada tiang lompat dan diletakkan saling berhadapan. Ujung mistar lompat harus duduk atau terletak diatas penopang sedemikian rupa, sehingga bila mistar disentuh oleh pelompat ini dengan mudah akan jatuh ketanah baik kedepan maupun kebelakang.
Penopang tidak boleh dibungkus dengan karet atau dengan bahan lain yang memiliki efek menambah friksi atau geseran antara mereka dengan permukaan mistar lompat, juga tidak dibenarkan memakai per atau pegas apapun.
Sebagian besar sekolah, terutama di kota-kota besar, hanya mempunyai halaman yang tidak begitu luas sebagai prasarana lapangan untuk melaksanakan pendidikan jasmani, banyak materi pendidikan tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada prasarana olahraga.

Sebagai alternatif untuk mengatasi keadaan ini, model pembelajaran dengan pendekatan modifikasi perlu dikembangkan disini. Dalam model ini pelaksanaan materi pembelajaran tertentu akan dirancang oleh guru dalam bentuk permainan menggunakan peralatan sederhana dan disesuaikan dengan luas lapangan yang ada. Dengan demikian sekolahan yang hanya memiliki halaman tidak luaspun dapat melaksanakan semua materi pembelajaran pendidikan jasmani. Sarana pendidikan jasmani yang dibicarakan disini adalah sarana sederhana

Untuk pelaksanaan materi pembelajaran pendidikan jasmani. Seringkali di sekolah terdapat alat-alat sederhana yang tidak pernah keluar dari gudang Karena guru tidak dapat memanfaatkan, missal bola plastik, bola kasti, bola tennis bekas, gada senam dan lain-lain. Dengan kreasi guru dapat memanfaatkan alat-alat tersebut dalam pendidikan jasmani.

Fasilitas olahraga merupakan kelengkapan-kelengkapan yang harus dipenuhi oleh suatu sekolah untuk keperluan pelajaran-pelajaran olahraga pendidikan. Pengelolaan fasilitas olahraga merupakan pembinaan prasarana olahraga yang meliputi pengaturan, penyiapan, penggunaan pemeliharaan secara tepat dan berhasil guna. Sedangkan pemeliharaan fasilitas olahraga adalah semua usaha, tindakan, kegiatan yang terorganisir dengan baik dengan tujuan untuk menjaga, mempertahankan dan mengatur agar berbagai fasilitas olahraga berserta perlengkapannya tetap berfungsi secara optimal dan efisien sebagaimana diharapkan.
Jadi penyediaan fasilitas terbuka merupakan dasar kebutuhan pokok dari perencanaan olahraga. Karena olahraga telah diakui memiliki nilai-nilai yang positif. Jika kebutuhan fasilitas olahraga terbuka ini tidak dipenuhi, kemungkinan anak melakukan kegiatan yang menjurus kearah yang negative.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Sarana dan Prasarana Olahraga

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pengadaan sarana dan prasarana olahraga di sekolah :
1. Keadaan ekonomi sekolah (anggaran sekolah).
Keadaan sekolah yang lemah mengakibatkan sulit untuk membeli sarana dan prasarana yang sangt dibutuhkan di sekolah. Sementra itu mata pelajaran lain selain olahraga juga membutuhkan untuk proses belajar mengajarnya misalnya pembelian buku pelajaran, dan dana kadang-kadang dibutuhkanuntuk memperbaiki gedung-gedung yang rusak/renovasi.
2. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada.
Pembelian sarana dan prasarana yang kurang mendapat perhatian dari pihak sekolah sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar jadi terhambat dan tidak optimal.
3. Jumlah siswa.
Jumlah siswa yang terlalu banyak tidak sebanding dengan sarana dan prasarana yang ada sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar jadi berjalan lambat.
Sementara ini perencanaan prasarana olahraga sekolah diperoleh dari beberapa negara maju sebagai perbandingan. Berikut perencanaan prasarana olahraga di beberapa negara:

a. Di Prancis
Untuk prasarana olahraga sekolah umum dipeerlukan kriteria sebagai berikut:

1) Lapangan olahraga luas kotor (bruto) 20m / siswa.

2) Gedung olahraga (luas efektif) 0,6m2/siswa.

3) Kolam renang tertutup, (luas air) 0,15m /siswa.

Untuk prasarana olahraga perguruan tinggi dikemukakan sebagai berikut:

1) Lapangan olahraga luas kotor (bruto) 21m / mahasiswa.

2) Gedung olahraga (luas efektif) 0,5m2/mahasiswa.

3) Kolam renang tertutup, (luas air) 0,6m /mahasiswa.

b. Di Indonesia

Sedangkan di Indonesia untuk prasarana olahraga pendidikan jasmani di sekolah memerlukan kriteria tersendiri, yaitu :
Untuk Tingkat SD, SLTPdan SMU dengan 6-10 kelas dan jumlah murid 150-250 murid, diperlukan area seluas 8 m /murid untuk prasarana sekolah ditambah 1.500 m untuk prasarana olahraga/pendidikan jasmani. Disini sudah ada bangsal tertutup dan bangsal tebuka. Untuk tingkat SD,SLTP dan SMU dengan 18 kelas dan jumlah murid 450-500 murid, diperlukan area untuk prasarana sekolah = 8m /murid ditambah 2000m untuk prasarana olahraga.

Dengan standard prasaran olahraga di sekolah, ternyata digunakan standard per-murid. Jika jumlah murid sedikit maka lapangan olahraga yang diperlukan relatif lebih kecil dibanding dengan sekolah yang jumlah muridnya banyak. Ternyata fasilitas lapangan untuk pendidikan jasmani tidak sama dengan cabang-cabang olahraga yang sebenarnya

Salah satu masalah utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia, hingga dewasa ini, ialah belum efektifnya pengajaran pendidikan jasmani di sekolah-ekolah. Kondisi kualitas pengajaran pendidikan jasmani yang memprihatinkan di sekolah dasar, sekolah lanjutan dan bahkan perguruan tinggi telah dikemukakan dan ditelaah dalam berbagai forum oleh beberapa pengamat pendidikan jasmani dan olahraga. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah terbatasnya kemampuan guru pendidikan jasmani dan terbatasnya sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses pengajaran pendidikan jasmani.
Kualitas guru pendidikan jasmani yang ada pada sekolah dasar dan lanjutan pada umumnya kurang memadai. Mereka kurang mampu dalam melaksanakan profesinya secara kompeten. Mereka belum berhasil melaksanakan tanggung jawabnya untuk mendidik siswa secara sistematik melalui pendidikan jasmani. Tampak pendidikan jasmani belum berhasil mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak secara menyeluruh baik fisik. Mental maupun intelektual. Hal ini benar mengingat bahwa kebanyakan guru pendidikan jasmani di sekolah dasar adalah bukan guru khusus yang secara normal mempunyai kompetensi dan pengalaman yang terbatas dalam bidang pendidikan jasmani. Mereka kebanyakan adalah guru kelas yang harus mampu mengajar berbagai mata pelajaran yang salah satunya adalah pendidikan jasmani.
Gaya mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktik pendidikan jasmani cenderung tradisional. Model metode-metode praktik dipusatkan pada guru (Teacher Centered) dimana para siswa melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang ditentukan oleh guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh anak sesuai dengan inisiatif sendiri (Student Centered).
Guru pendidikan jasmani tradisional cenderung menekankan pada penguasaan keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang dilakukan seperti halnya pendekatan pelatihan olahraga. Dalam pendekatan ini, guru menentukan tugas-tugas ajarnya kepada siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya seperti melatih suatu cabang olahraga. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pengajaran pendidikan jasmani sebagai medium pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi anak seutuhnya.
G. Upaya peningkatan Mutu Pendidikan Jasmani
Dalam beberapa tahun belakangan ini, berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan baru guna meningkatkan pelaksanaan pendidikan jasmani. Kurikulum baru (1994) yang mencakup pendidikan jasmani bagi sekolah dasar dan menengah telah dibuat dan diputuskan.
Demikian pula kurikulum baru bagi program Diploma II, dimana guru-guru sekolah dasar yang didalamnya terdapat mata kuliah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan telah dipersiapkan sebagai penyempurnaan kurikulum lama. Upaya pembaharuan kurikulum tersebut, seharusnya diikuti dengan upaya peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tuntutan kurikulum dan pengadaan fasilitas pendukungnya.
Sayang, hingga dewasa ini usaha-usaha yang dilakukan guru pendidikan jasmani dan menyediakan fasilitas yang mendukung program-program pendidikan jasmani belum dilakukan secara optimum. Apabila kondisi seperti ini terjadi terus, maka dapat diperkirakan bahwa inovasi-inovasi kurikulum yang dilakukan tidak dapat direalisasikan dengan efektif. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan tidak akan berarti, makalah para guru atau dosen yang melaksanakan kurikulum dalam kondisi yang kurang menguntungkan, baik dalam kemampuan mengajar maupun fasilitas yang mendukungnya. Mereka akhirnya melaksanakan tugas mengajar pendidikan jasmani cenderung secara rutin dan tradisional. Akibatnya, sering berbagai upaya inovasi yang telah dilancarkan, mengalami berbagai upaya inovasi yang telah dilancarkan, mengalami berbagai kendala dan hambatan. Untuk itu, jika implementasi kurikulum pendidikan jasmani harus bisa dicapai dan berhasil, maka harus ada keinginan yang besar untuk meningkatkan kemampuan guru dan menambah fasilitas yang sesuai.
Keefektifan pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani di sekolah pada beberapa tahun terakhir telah menjadi isu nasional yang menarik. Isu tersebut sering dibicarakan secara serius dalam forum diskusi atau seminar tingkat nasional oleh berbagai kalangan termasuk para pakar dan praktisi pendidikan jasmani. Berbagai saran dan rekomendasi sering diajukan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah-sekolah termasuk perbaikan kurikulum, peningkatan kemampuan guru, penyediaan lapangan dan fasilitasnya.
Pada tahun 1983 itu juga Presiden Suharto mengamanatkan agar pendidikan jasmani di sekolah mulai Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi perlu lebih digiatkan dan dikembangkan.
Kebijaksanaan telah jelas dan arah pengembangan pendidikan jasmani sesungguhnya telah jelas. Kini yang menjadi permasalahan pokok adalah seberapa jauh tingkat keberhasilan strategi dan pelaksanaan pembangunan pendidikan jasmani dan olahraga di masyarakat khususnya dalam pendidikan jasmani di setiap tingkat sekolah. Pertanyaan lebih lanjut, hal-hal apakah yang perlu diperhatikan untuk mendukung terciptanya pengajaran pendidikan jasmani yang efektif?
Pengajaran pendidikan jasmani yang efektif dalam kenyataan lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan olahraga. Pengajaran tersebut pada hakikatnya merupakan proses sistematis yang diarahkan pada pengembangan pribadi anak seutuhnya.
Sejarah pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia menunjukkan, bahwa aspek politik dari olahraga pada umumnya masih dominan. Bahkan dewasa ini, prestasi olahraga tetap dipandang sebagai “alat” untuk menunjukkan dan sekaligus mengingat martabat bangsa, terutama di forum internasional.
Akibatnya, perhatian yang begitu besar terhadap pencapaian prestasi masuk ke dalam kurikulum pendidikan jasmani. Isi kurikulum pendidikan jasmani misalnya, meskipun ada pilihan, mengarah ke penguasaan cabang olahraga.
Meskipun kurikulum tersebut dirancang dengan memperhatikan faktorsosio-anthropologis, sosio kultural dan geografis, tetapi pengaruh dari kelompok-kelompok peminat dan pemerhati, terutama dari kalangan politisi tak dapat dihindarkan.
Hal ini tercermin, misalnya dalam “gerakan 4-5” yakni 4-5 cabang olahraga (atletik, senam, pencaksilat, dan permainan) yang dipromosikan di bawah payung pembinaan olahraga usia dini.
Berkenaan hal di atas, tampaknya telah terjadi miskonsepsi pembinaan olahraga usia dini di Indonesia. Miskonsepsi itu bukan saja berkaitan dengan tujuan tetapi juga pelaksanaannya. Pembinaan olahraga usia dini dipahami sebagai fase pembinaan untuk mengenal dan menguasai suatu cabang olahraga dengan penekanan pada penguasaan keterampilan khusus, sebagai spesialisasi dalam rangka pencapaian prestasi.
Sebagai akibat terlalu mendewakan prestasi, pembinaan olah raga di kalangan anak usia muda disalah gunakan, dan bahkan dalam praktiknya sering bertentangan dengan norma-norma pendidikan. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan wajar, sering memperoleh perlakuan diluar batas kemampuannya. Sering anak dipaksa harus berlatih dengan beban yang berlebihan. Sering anak dipaksa harus berlatih dengan beban yang berlebihan. Kasus penggunaan obat terlarang pada anak usia dini dan pencurian umur dalam arena kejuaraan kelompok umur dalam arena kejuaraan kelompok umur merupakan pengalaman yang negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
Idealnya, sesuai dengan pandangan hidup (filsafat) dan konsep pendidikan jasmani yang kita anut, pembinaan olahraga usia dini itu diarahkan pada pengenalan dan penguasaan keterampilan dasar suatu cabang olahraga yang dilengkapi dengan pengembangan keterampilan serta kemampuan fisik yang bersifat umum. Sementara itu, dalam konteks pendidikan jasmani, seperti pada kelas-kelas awal, penekanannya pada pengembangan keterampilan gerak secara menyeluruh.




BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Minimnya sarana dan prasarana olahraga yang tidak merata serta tidak sesuai dengan kondisi murid menuntut guru olahraga lebih kreatif.
Sebagian besar sekolah, terutama di kota-kota besar, hanya mempunyai halaman yang tidak begitu luas sebagai prasarana lapangan untuk melaksanakan pendidikan jasmani, banyak materi pendidikan tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada prasarana olahraga.
Hambatan-hambatan muncul dari intern sekolah itu sendiri seperti masalah pendanaan, dan dari pihak ekstern sekolah berupa pembangunan kota yang menghilangkan sarana dan prasarana olahraga yang diperlukan sekolah untuk pelaksanaan mata pelajaran penjaskes sehingga tidak berjalan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
Salah satu masalah utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia, ialah belum efektifnya pengajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah.
Kondisi kualitas pengajaran pendidikan jasmani yang memprihatinkan di sekolah dasar, sekolah lanjutan dan bahkan perguruan tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah terbatasnya kemampuan guru pendidikan jasmani dan terbatasnya sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses pengajaran pendidikan.
2. Saran
Saran yang dapat peneliti sampaikan berkaitan dengan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan keadaan sarana dan prasarana olahraga yang ada terutama yang masih kekurangan.
2. Bagi guru penjaskes diharapkan mampu melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan kurikulum yang ada walaupun dengan keadaan sarana dan prasarana yang minim dan dapat memodifikasikan pelajaran agar anak didiknya tidak bosan maupun jenuh.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyu Adi Prasongko. PEMBELAJARAN BIDANG STUDI PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1978. Prasarana Olahraga untuk Sekolah dan Hubungannya dengan Lingkungan . Jakarta: Depdikbud.
UUD 1945, GBHN 1999, Tap-tap MPR RI 1999. Semarang: CV. Aneka Ilmu.
Vharsa. 2009. peraturan-perlombaan-atletik-cabang-lompat-tinggi
http://ahmesabe.wordpress.com/gambaran-pelaksanaan-pendidikan-jasmani
http://ms.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1742564-lompat-tinggi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Atletik
Goal One: Discus grip and release
1. Holding the discus
Place discus in your throwing hand
Spread fingers out with index finger inline with wrist
Place fingers first knuckles over the disc
2. Release the discus
When releasing the discus have your palm down
Squeeze the discus out (bar of soap)
The disc will come off the index finger
The disc will spin in a clockwise direction for a right handed thrower
3. Drills used to teach the grip and release – excellent time for a competition
Arm swings – Use this drill to teach about centrifugal forcea) The thrower stands with feet shoulder width apart b) Place the disc into throwing handc) Swing the disc level with the shoulders back and forth catching it in your left handd) The athlete should feel the discus pushing out on the hand
Discus bowling – Use this drill for proper discus release.a) The thrower will place the discus in his hand with proper placementb) The thrower will bowl the discus to his partner that is standing 15 feet awayc) Remember to squeeze the discus out making sure the discus rolls off the index finger and does not wobbled) Once the thrower becomes proficient at 15 feet move the partners farther away form each other or have the thrower bowl at a target

Throws for height – Use this drill for proper release of the discusa) The thrower stands with feet shoulder width apart b) Place the disc into throwing handc) Swing the discus forward and back next to your body two timesd) After two swings throw the discus straight up with a proper release remembering to squeeze the discus out. Make sure the throwing arm is straight
Skip throws – Use this drill for proper discus release.a) the thrower stands with feet shoulder width apart and facing perpendicular to the throwing directionb) place the disc into throwing handc) swing the disc level with the shoulders back and forth catching it in your left handd) After two swings throw the disc close to the ground with proper release remembering to squeeze the disc out and keep the palm flat
Goal two: Power Position
1. Body position in the power position
· The thrower will stand perpendicular to the throwing direction
The feet position will be shoulder width apart with left foot slightly behind the right foot
The thrower needs to be in an athletic position
The thrower will shift 80% percent of his/her weight onto the right leg
The thrower will twist his/her upper body completely opposite the throwing direction. This position from up above will look like an X
The chest, knee and toe should be in line
The thrower extends the right arm out from the side of the body
The left arm will be extended out from the body with a right angle relationship to the right arm
2. Throwing from the power position
Use cones when first teaching to throw from the power position, so the athlete does not have to worry about the discus falling out of his /her hands
Over exaggerate the use of the legs in the throw especially the hips
The sequence of the throw will be hips – legs – arm
Start the throw by turning the right hip to the front of the ring
Once the hips start moving the legs will extend upwards
Sweep the left arm out and around
Once the left arm reaches the front of the ring bring it in tight to the body to form a block
The left side of the body will stop to aid in accelerating the discus
Release the discus
3. Drills used to teach throwing from the power position
Heel turns with partner – Use this drill to over exaggerate the hips coming through before the shoulders. Surgical tubing could be used to add resistance.
a) The thrower gets into the power position without a discusb) The partner will place his hand near the right heel of the throwerc) The thrower will attempt to smack and drive through his partners hand with his heel – focusing on the speed of his heel
Cone throwing –Use for any parts of the throw.
a) Use cones so athletes can concentrate on the throw and not the discb) Use cones for inside throwingc) Use cones to produce a long pull
1-2 drill – Use this drill to teach the thrower to keep the disc back on the hip.
a) The thrower gets into the power position with the disc held in the right handb) On the command of "one"-he opens his left arm to the throwing direction and turns his heel out. c) On the command of "two" the thrower completes the throw – release the disc 5 feet in front of the ring
Goal Three: Middle of the ring
1. Body position in the middle of the ring
Stand facing the throwing direction
Take a step with your right foot
Place 80% of your body weight on the right foot
Put your body in an athletic position in relation to your right leg
The alignment of your body should be chest- right knee- right toe
2. Throwing from the middle of the ring
Swing your right arm back where you can hit your right cheek of your buttocks
Left arm will be pointed towards the throwing direction
Start the reverse 180 by pivoting counterclockwise on your right foot
The left leg will be picked up off the ground and driven to the front of the ring in a straight line as the right foot rotates
The left foot should try to hit the right heel as it is being placed in the front of the ring (knee to knee)
Complete the throw once you are in the power position
3. Drills used to teach the middle of the ring
Reverse 180’s – Use for pivoting at the center of the ring.
a) The thrower will start with the right foot in the middle of the ringb) The thrower will complete a reverse 180 concentrating on picking up the left foot and bringing both knees together (cue knee to knee)c) It is critical that the right foot does not stop turning
Wheels – Use this drill to teach balance and continue turning of the right foot.
a) The thrower will start with the right foot in the middle of the ringb) The thrower will complete a reverse 180 concentrating on picking up the left foot and bringing both knees together (cue knee to knee)c) It is critical that the right foot does not stop turningd) Continue for five repetitions
High knees – Use this drill to teach the transition from back of the ring to the middle of the ring.
a) Stand at the back of the ring facing the throwing directionb) Bring the right thigh parallel to the groundc) The right foot should be dorsi flexedd) The left arm will point towards the throwing directione) Swing the right arm back where it will be able to hit the right cheekf) Fall into the middle of the ring – do not stepg) Once the right foot makes contact start the reverse 180
Goal four: the drive through the center of the ring
1. Drive or sprint across the ring
This phase of the throw is a transition from the back of the ring to the middle
The drive from the back of ring comes from a push off from the left ankle and a strong high knee punch from the right leg
The thrower will not spend much time in the air
Once the left ankle pushes off then the left leg is tucked close the right leg
The thrower will drive down a straight line (backward seven)
The left ankle will push off once the thrower reaches the 3 o’clock position
The thrower will not step with the right leg but instead the right will be locked and let the ground come to them
2. Drills to teach the drive across the ring
South Africans - Use this drill to teach the sprint across the ring.
a) The thrower will face the front of the ringb) Place the left foot into the ring at the 5 o’clock positionc) The right foot will be placed outside the ringd) The thrower will draw the discus back behind his hip allowing his body to wind upe) Drive off the left foot and make a wide arc while leading with the right legf) Make sure the thrower drives straight down the lineg) Once the right foot hits center the foot continues to turn while the thrower does a reverse pivoth) The left leg will plant in the front of the ringi) The thrower will be in a good power position to throw the discus
Walking turns –Use this drill so the athlete becomes accustomed to turning.
a) Do this drill walking around the track or walking to and from practiceb) Step with the left footc) Step with the right foot underneath the bodyd) Reverse pivot on the right foote) Walk two steps and do another turn
Goal five: Back of the ring
1. Body position in the back of the ring
The thrower will face opposite the back of the ring
The thrower will be in an athletic position
The thrower will raise his/her arms to their sides at shoulder level
The thrower will twist their arms and shoulders to the right forming an X with shoulders and hip axis
The thrower will shift 80% of their weight onto the left leg
2. Pivoting out of the back of the ring
Pivot the left foot (squash the bug) towards the three o’clock position
Pickup the right foot as soon as the left foot is pivoting
Work only the lower body, the upper body needs to stay back
The right foot will take a wide and low path outside the circle
Once the left foot reaches the 3 o’clock position drive and sprint to the center of the ring
As the thrower is driving to the center bring the right leg in towards the center of the ring (high knee locked)
3. Drills to teach the pivot at the back of the ring
180’s back of the ring – Use this drill for balance in the back of the ring.
a) The thrower will start in the back of the ring in a good athletic position with arms shoulder levelb) 80% of the weight will be on the left legc) Turn the arms and shoulders to the right to form an X with the shoulders and hipsd) Lock the arm back and turn 180 degrees on the left foot - slow and balanced e) Keep the right foot away from the left foot
Small steps 180 and throw (step & go) – Use this drill to teach the back of the ring movement.
a) Start in the back of the ring with a discusb) The thrower will touch the ground with his right foot while doing a 180 (small steps)c) Once the thrower hits the three o’clock position continue the throw

Daftar Blog Saya

  • Kenangan Emak Tik - [image: Kenangan Emak Tik Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1] Seorang ibu tak mungkin meninggalkan anaknya, tapi seorang anak pasti akan meninggalkan ib...
    7 tahun yang lalu